"Ngadhu Dan Baga Pelangi Harmonisasi kehidupan Masyarakat Kab. Ngada"


Mari Mengenal Kearifan Lokal yang kita miliki.

Kaya Akan Budaya
Negara Indonesia kaya akan beragam budaya mulai dari ras, bahasa maupun suku yang sudah lama tertanam dalam bumi indonesia. Sebagai negara yang memiliki multikultur terbesar di dunia membuat kita sebagai bangsa yang berbudaya senantiasa menjadi bangga akan keunikan budaya yang kita miliki sendiri. Tidak jarang dengan adanya  beragamnya budaya yang kita miliki seakan mampu menjadi panorama keindahan bagi siapa saja yang datang dan berkunjung ke dalam negara kita dan disini lah  kekuatan budaya kita sangat nampak terlihat di mata para pelancong dari luar negeri khususnya bagi turis mancanegara yang selalu berdatangan kerena sudah membuat mereka tertarik dengan keindahan warna pelangi yang nyata dari kebudayaan kita sendiri. Bukan sekedar meresakan lebih dekat dengan warna pelangi ini namun lebih jauh dari itu mereka mau mempelajari keunikan budaya yang kita miliki sendiri. Bagaimana dengan kita sebagai bangsa yang memiliki beragam budaya kita sendiri? Bukannya kita juga patut bangga dengan budaya kita sendiri dan bukan hanya bagi orang asing yang sekedar mengagumi namun tidak dapat memiliki warna pelangi ini, kita sendiri sebagai bangsa yang menciptakan warna pelangi ini secara utuh memilikinya dapat menjadi bangga.

Namun sekedar bangga saja bukanlah lambang dari perwujudan yang nyata dalam menghargai budaya yang kita miliki disini kita dituntut lebih untuk senantiasa mempelajari, melestarikan serta menjaganya dalam kehidupan kita sehari-hari dengan penuh kesadaran bahwa disinilah saya bertempat tinggal, disinilah tali pusar saya ditanam dan disini la saya menghirup aroma kehidupan yang layak saya terima dari Tuhan Sang pemberi kehidupan. Karena kita hidup dalam lingkungan budaya yang kaya serta selalu mengikat kita untuk menjadi satu dalam persaudaraan sebagai satu Indonesia yang utuh. Orang bijak selalu mengatakan “dimana pun kita berpijak di situ langit di junjung” pepata bijak ini hendak mengambarkan bahwa kepribadian seseorang selalu di ukur dari mana dia di besarkan dengan kata lain latar belakang tempat menjadi andil utama dalam proses mendewasakan pribadi kita sendiri.
Hal ini juga yang dialami oleh masyarakat kabupaten Ngada Flores, Nusa Tenggara Timur yang tidak terlepas dari kekayaan akan kebudayaan yang mereka miliki sendiri. Kebudayaan yang diwariskan sejak zaman nenek moyang dalam masyarakat Ngada seakan telah mendarah daging dalam kehidupan mereka sehari-hari.Kekuatan budaya sangat nampak dalam keakraban yang terjalin dalam komunikasi antara masyarakat sendiri. Senyum rama nan bersahaja serta  bahasa verbal yang positif dalam  menjalin komunikasi antara sesama sungguh  menjadikan warga masyarakat kabupaten Ngada sebagai manusia berbudaya yang memegang teguh nilai pluralistik. Memegang nilai pluralistik merupakan cerminan dari hadirnya rumah adat masyarakat kabupaten Ngada yang tergambar nyata dalam wujud Ngadu dan Baga.



Rumah Adat Ngadhu Dan Baga
Semua orang memiliki rumah dimana sebagai tempat pertama ia dilahirkan, dibesarkan, dididik dalam lingkungan keluarga hingga tumbuh menjadi pribadi yang merdeka tentunya dari rumah yang kecil maupun yang besar memiliki nilai historis yang tinggi dalam kehidupan kita disana kita sudah banyak mendapatkan pelajaran yang bermakna yang berguna bagi kehidupan kita sehingga rumah merupakan tempat pertama yang selalu kita rindukan dalam kehidupan kita. Seperti masyarakat pada umumnya yang memiliki rumah masyarakat Kab. Ngada juga memiliki rumah. Namun rumah yang dimiliki oleh masyarakat Ngada memiliki nilai kehidupan yang tinggi karena sebelum mereka memiliki rumah yang seutuhnya yang didirikan oleh mereka sendiri dari hasil usaha mereka sendiri masyarakat Ngada pertamanya di lahirkan dari dalam  rumah adat yakni Ngadhu dan Bhaga. Rumah adat Ngadhu dan Baga merupakan lambang eksistensi masyarakat Kab. Ngada sendiri. Dari mana sukunya berasal,dari mana keluarga nya, dan dari mana nenek moyang nya sehingga semuanya diperhitungkan dalam segi pandang kehidupan masyarakat Kab. Ngada.
Ngadhu dan Baga awalnya dibangun oleh keturunan ketiga dari masyarakat budaya Reba. Dimana masyarakat kabupaten Ngada sejak zaman nenek moyang sudah menjunjung tinggi nilai budaya yang dipegang teguh hingga akhir hayat. Nilai budaya yang dipegang tegu oleh masyrakat Ngada adalah Reba. Reba merupakan lambang nyata dari perwujudan budaya yang mengikat antara masyarakat Ngada yang dipersonifikasikan dalam rangkaian upacara adat yang disebut Reba. Sehingga Reba dipandang memiliki nilai pengikat yang tinggi dan memberikan pengaruh dalam kehidupan budaya masyarakat Ngada sendiri. Karena Reba merupakan acara puncak dalam upacara budaya masyarakat Ngada atau upacara adat bagi masyarakat kabupaten Ngada oleh karena itu semua masyarakat wajib menjungjung tinggi nilai dan norma yang telah mendarah daging dalam kehidupan masyarakat kabupaten Ngada dengan selalu mendahulukan upacara adat Reba sendiri.
Suku yang mendirikan Ngadhu dan Baga adalah suku Woe. Dimana Woe yang memiliki ikatan satu keturunan dan merupakan (klan) atau suku terbesar yang di adaptasi dari masyarakat budaya Reba sendiri. Ngadhu menjadi personifikasi atau simbol kehadiran leluhur lelaki dari satu Woe. Sebuah Ngadhu mempunyai namanya sendiri. Nama sebuah Ngadhu diambil dari nama leluhur pokok lelaki. Ngadhu, bagi masyarakat budaya Reba merupakan monumen pengganti rupa dari para leluhur lelaki dari sutu Woe yang adalah satu-kesatuan hukum adat yang berdasarkan keturunan adat.
Sedangkan Bhaga adalah monumen pengganti rupa leluhur pokok perempuan dari setiap Woe (klan). Ngadhu dan Bhaga; monumen pengganti rupa dari suami dan isteri pokok dan sekaligus menjadi panutan bagi suami isteri. Ngadhu dan Bhaga, suami isteri teladan yang berlandaskan kesucian. Mereka berwibawa dan berhasil membangun bahtera keluarga yang serasi dan harmonis. Keturunannya berkembang biak penuh kewibawaan dan berhasil pula.




https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEidoCGUKUw3pcYcG7lMPfnNKwfzEQ4jm7kWgoKOmKRar_722UZ8rfjaMtOlCRdjn0JOusYB_8C9wUSrVDEzBTn943P6nFkiWxp9YBF2cvbC-XmZw5JlUllxkbhluNP4JCrmpejuW-xYb-CJ/s1600/419411_243614315761862_750029160_n.jpg                             https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg289NmOPt-glM4-eoKocuApjdSLzfstyx7M25tcHmIIft1ZIyxdBtpcy5hW-mteuyNORTsJSVQkt_Pq2Xb-Vz9V-jPdYSpRpxO3r2OSInd2-52fFLDRVM-svl6-yaJNwt0d_uKQZBmuWZq/s1600/264340_243614492428511_1680096256_n.jpg

Gambar 1.  Ngadhu                                                               Gambar 2. Baga

Pelangi Harmonisasi
Ngadhu dan Baga merupakan rumah adat yang memiliki nilai historis yang tinggi sejak zaman nenek moyang masyarakat Kab. Ngada sendiri. Nilai historis yang tinggi tergambar dengan adanya keseimbangan yang secara lahiria dan  tergaris dalam semua suku yang mendiami Kab. Ngada sendiri. Dimana kesesuaian antara hak dan kewajiban yang dimiliki oleh pria dan wanita digambarkan secara jelas dalam wujud hadirnya Ngadhu dan Baga. Masyarakat yang memahami betul kesetaraan hak ini dipelopori sejak lama oleh suku Woe yang dengan penuh kesadaran menjunjung tinggi nilai martabat pria dan wanita dengan mendirikan rumah adat Ngadhu dan Baga. Walau pada dasarnya Woe mendirikan Ngadhu sebagai lambang untuk menghormati arwa leluhur pria dan Baga sebagai arwa leluhur wanita dari kaum Woe, namun di sini penulis dapat melihat lebih jauh lagi dimana adanya harmonisasi yang tinggi antara kesetaraan kaum pria dan wanita.
Dalam perkembangannya Ngadhu dan Baga menjadi monumen yang berkarismatik tinggi dimana Ngadhu karena dapat dijadikan rumah  untuk mengikat masyarakat dari kaum pria dan Baga dari kaum wanita keseimbangan ini seakan menciptakan pelangi harmonisasi yang menjadi ciri khas tersendiri bagi masyarakat Kab. Ngada dimana semua orang pada momen acara adat dapat berkumpul dan bercengkrama dengan kerabat serta memperkuat tali persaudaraan di antara sesama mereka. Hal ini terlihat bagi semua suku yang mendiami Kab. Ngada. Bukan hanya saja pada saat upacara adat berlangsungseperti upacara adat Reba namun harmonisasi yang terjalin tetap terjaga dengan baik dalam kehidupan sehari-hari khususnya bagi tetua adat atau mosalaki yang mendiami rumah adat di setiap kampung atau desa di Kab. Ngada sendiri.
Jalinan keakraban yang tinggi antara kaum wanita dan pria juga sangat nampak terlihat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Ngada. Dimana mereka sendiri menyadari bahwa sejatinya mereka diciptakan untuk saling melengkapi antara satu dengan yang lain, mereka menyadari bahwa mereka hidup saling ketergantungan antara satu dengan yang lain. Terlepas dengan hadirnya Ngadhu dan Baga namun mereka sendiri juga memiliki kesadaraan akan  nilai menghargai yang tinggi antara satu dengan yang lain hingga saat ini.

Hikma Ngadhu dan Baga
Dalam menjalani hidup ini kita senantiasa belajar dan terus belajar karena sejatinya hidup kita hanyalah untuk belajar pepata lama di sini terkuak yakni belajar sampai akhir hayat. Belajar merupakan momen di mana kita berupaya untuk memperbaiki kekurangan yang kita miliki atau dengan kata lain kita mau belajar dari kesalahan-kesalahan kita. Sebagai bekal utama untuk meraih impian dan cita-cita kita belajar merupakan kunci utama untuk memperoleh apa yang kita ingin kan. Hal ini berlaku dengan hadirnya Ngadhu dan Baga yang secara utuh sudah banyak memberikan saya sebagai penulis sendiri serta pembaca yang budiman pelajaran hidup yang sangat berarti dan layak kita hayati bersama dimana kita sebagai bangsa yang memiliki kekayaan budaya wajib menghargai budaya kita sendiri dengan melestarikannya dan mau mempelajarinya.
Lebih jauh lagi kita diajarkan untuk senantiasa mengedepankan keutuhan hubungan kita dengan orang lain secara nyata kita diajarkan untuk mau menanamkan nilai solidaritas serta empati yang tinggi terhadap sesama kita serta membuang suara perbedaan antara kita sendiri. Dengan begitu keutuhan warna pelangi kehidupan tetap terjaga dengan baik antara kita bangsa yang besar , bangsa yang mau menghargai budaya dan mengedepankan kesinambungan dalam hubungan kita dengan sesama semoga dengan hadirnya Ngadhu dan Baga dapat memberi sinar kekuatan untuk menjaga warna pelangi keutuhan kita semua semoga.

        Penulis
Nama    : Polikarpus Vigilius Baku
Alamat  : Student Residence Sanata Dharma
Mahasiswa PPGT USD Angkatan 2013

Sumber:
Di unggah pada   senin, 31 oktober 2016 pkl. 18.52 wita.
Di unggah pada senin, 31 oktober 2016 pkl 18. 58 wta
Penuturan Lisan : Ibu Maria Watu, Pak Guru Lekin Tena, Bpk Hubertus Tewa
Via Tlp sabtu 29 oktober pkl 17.00.
Catatan :
“Sumber mendukung namun dalam tulisan ini original buah karya saya sebagai penulis. sumber memperkuat sejara keberadaan Ngadhu dan Baga”.


Komentar

  1. lumayan dapet pengetahuan tambahan,
    backlink yaah http://rumputilalang14.blogspot.co.id/2017/04/indonesiaku.html

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih bro atas apresiasinya. shiip bro.

      Hapus

Posting Komentar